Skip to main content

Idealisme Plato dan Implementasinya dalam Pendidikan

Table of Content [ ]

Pojokbaca.org - Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Idealisme adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18.[1] ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato.

Idealisme Plato

Plato yang dulunya adalah murid dari Socrates, seorang pakar filsafat yang populer di golongan banyak filsuf mendasarkan pada kepercayaan metafisik kalau ada eksistensi dari "yang ada" (ide) yang tetap sama, tidak berubah, dan memiliki sifat universal.

Karena itu realita ini bukannya jadi melainkan yang ada (ide). Dengan berdasarkan pada realita yang tetap sama semacam itu, Plato melawan relativisme golongan sophis dan menampik pemahaman indra. Dari suatu hal "yang ada" tadi selanjutnya lahirlah aliran filsafat yang disebutkan Plato sebagai paham Idealisme.

Idealisme merupakan metode filsafat yang mengedepankan utamanya kelebihan pemikiran (mind), arwah (soul) atau jiwa (spirit) daripada beberapa hal yang memiliki sifat kebendaan atau material.

Pendapat-pendapat umum yang disetujui oleh beberapa filsuf idealisme, yakni:

  1. Jiwa (soul) manusia ialah elemen terpenting dalam kehidupan.
  2. Hakikat akhir semesta alam pada intinya ialah non material.

Aliran ini memiliki pendapat kalau realita yang sebenarnya memiliki sifat religius atau ideasional dan berasumsi jika pengetahuan yang didapatkan lewat pancaindra belum sampai kebenarannya. Kebenaran yang secara tetap sesungguhnya secara tidak tersadari sudah datang dalam pemikiran mereka. Asumsi itu berpengaruh kalau tiap manusia memiliki jiwa yang datang terlebih dulu saat sebelum kelahiran raganya yang hidup di dunia religius dari wujud prima (ide-ide).

Dunia cuma sebagai tiruan semata, sifatnya maya (bayang-bayang), yang menyelimpang dari realita sesungguhnya. Kerap kali orang tertipu oleh kesaksian indera yang dipunyainya. Sedangkan pengetahuan yang didapatkan dari budi baik malah dipandang sebagai pengetahuan sejati yang benar. Sehingga dunia pengalaman (alat indera) dikatakan sebagai dunia semu atau dunia bayangan, dan dunia ide (budi baik) dikatakan sebagai dunia asli, dunia yang sebenarnya.

Oleh karena itu aliran ini dikatakan aliran idealisme lantaran pengetahuan hanya cuma mengambil sumber dari budi baik manusia.

Plato yakin kalau ada dua dunia di alam yang kita huni ini. Pertama, dunia religius atau dunia psikis yang memiliki sifat kekal, tetap, berurut, teratur, dan universal. Di dalamnya ada nilai-nilai yang murni dan asli, selanjutnya kemutlakan dan kesejatian posisinya lebih tinggi dari yang terlihat, sebab ide adalah bentuk yang esensial.

Kedua, dunia penampakan yakni dunia pengalaman lewat pandangan, sentuhan, bau, rasa, dan suara yang sifatnya berubah, tidak prima, dan tidak teratur. Apa yang dirasakan kita sebagai makhluk hidup di lingkungan ini ibarat ada yang hadir dan pergi, ada yang hidup dan ada yang mati begitu seterusnya.

Pembagian tersebut berdasarkan pada hakikat dualitas manusia, yakni jiwa dan raga. Kehadiran ide tidak terlihat dalam bentuk lahiriah namun gambaran yang asli cuma bisa dijepret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme yaitu gambaran dari dunia ide karena tempatnya tidak menetap dan yang paling absolute dan kesempurnaannya benar-benar mutlak, tidak dapat dicapai oleh material.

Pada realitanya ide dilukiskan dengan dunia yang tidak terbentuk begitu jiwa berada di di dunia yang tidak memiliki tubuh yang disebut dunia ide.

Epistemologi Idealisme

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang mendalami atau mengulas mengenai pokok pengetahuan. Suatu cabang dari filsafat yang membahas dan mengulas mengenai batas, dasar dan fondasi, alat, patokan, keaslian, validitas, dan kebenaran pengetahuan, makrifat, serta keilmuan manusia.

Sedangkan Idealisme yaitu satu ide yang dipercaya oleh seseorang, yang menjelaskan kalau semua sesuatu mesti berjalan dengan baik. Baik di sini subyektif dilihat dari segi orang yang berkaitan.

Pada intinya, manusia ingin meraih suatu hakikat dan berusaha mengenali suatu hal yang tidak dijumpainya. Manusia benar-benar menyadari dan mengetahui bahwa: (1) Hakikat itu ada dan nyata; (2) Kita dapat ajukan pertanyaan mengenai hakikat itu; (3) Hakikat itu dapat diraih, dijumpai, dan dipahami; (4) Manusia dapat mempunyai pengetahuan, ilmu, dan makrifat atas hakikat itu. Akal dan pemikiran manusia dapat menjawab beberapa persoalan yang ditemuinya, dan jalan ke arah pengetahuan dan ilmu belum tertutup untuk manusia.

Menurut filsuf idealisme, proses mengenali terjadi dalam pemikiran, manusia mendapatkan pengetahuan lewat berpikir dan insting (gerak hati). Pengetahuan didapat dengan mengingat lagi (semua pengetahuan yakni suatu hal yang dikenang kembali) beberapa ide laten yang sudah dibuat dan sudah datang dalam pemikiran.

Dengan daya ingatnya, pemikiran manusia bisa mendapati beberapa ide dari Pemikiran Makrokosmos dalam pemikiran setiap orang. Sebab nalar sebagai dasar metafisik dan dasar epistemologi golongan idealis ialah jika ada jalinan "yang kesemuanya" dengan "yang bagian".

Kebenaran datang di dalam dan bersama Makrokosmos atau "yang mutlak" dalam sebuah aturan atau skema yang rasional, terstruktur dan tersambung. Masing-masing asumsi disambungkan ke suatu hal yang lebih besar serta lebih mendalam asumsinya. Saat "yang kesemuanya" memasukkan "yang bagian", karena itu beberapa bagian itu harus stabil dengan kesemuanya.

Jadi bisa disimpulkan, bahwa epistemologi dan idealisme memanglah terkait. Saling keterikatan epistemologi dan idealisme bisa diambil kesimpulan kalau epistemologi idealisme merupakan satu cabang dari filsafat yang membahas dan mengulas mengenai batas, dasar dan fondasi, alat, patokan, keaslian, validitas, dan kebenaran pengetahuan, makrifat, dan keilmuan manusia yang berjalan dengan baik.

Implementasi Idealisme dalam Pendidikan

Menurut beberapa filsuf idealisme, pendidikan mempunyai tujuan untuk membantu kemajuan pemikiran dan diri pribadi (self) pelajar. Mengingat talenta manusia berbeda karena itu pendidikan yang diberikan kepada tiap orang mesti sesuai talentanya masing-masing.

Sebagai proses intelektual, belajar merupakan memanggil kembali dan bekerja dengan banyak ide. Oleh sebab realita itu memiliki sifat psikis, pendidikan terkait dengan ide. Orang-orang yang terdidik yaitu mereka yang secara terstruktur sampai pada kesadaran sebagai sisi dari keseluruhan semesta.

Golongan idealis memberikan dukungan kurikulum berdasar pada bidang study yang di dalamnya bermacam gagasan atau ide tersusun dan terkait keduanya.

Di lain sisi idealisme Plato banyak memberi dampak dan bantuan ke dunia pendidikan. Di mana Plato mendasari kalau pendidikan itu hubungannya sangat perlu, baik untuk diri sendiri sebagai pribadi atau masyarakat negara, dan ditambahkannya kalau penerapan pendidikan harus mengenyam pendidikan, begitu halnya jika tiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti pengetahuan yang ada sesuai talenta, ketertarikan, dan kebolehan masing-masing dengan berdasar pada tingkatan umurnya.

Pendidikan tersebut akan memberi pengaruh dan pengubahan untuk kehidupan pribadinya dan pada gilirannya dapat berbakti pada bangsa dan negaranya untuk masa depan bangsa yang lebih baik lagi.

Bagi Plato, pendidikan itu adalah bangsa dengan tugas yang perlu dikerjakan untuk kebutuhan negara dan perseorangan.

Menurut Plato dalam negara baiknya pendidikan mendapatkan posisi yang paling penting dan mendapatkan perhatian yang teristimewa, bahkan juga bisa disebutkan kalau pendidikan ialah tugas dan panggilan yang paling mulia yang diadakan oleh negara. Pendidikan itu sesungguhnya sebagai suatu aksi pembebasan dari belenggu ketidakjelasan dan ketidakbenaran.

Dengan pendidikan orang-orang akan mengerti mana yang benar dan mana yang salah. Dengan pendidikan, orang-orang akan mengenali mana yang baik dan mana yang buruk, akan mengetahui mana yang pantas dan mana yang tidak pantas, dan yang paling mendominasi yaitu kalau pendidikan mereka akan lahir kembali (they shall be born again).

Dengan begitu jelaslah sudah bahwa peran pendidikan yang paling penting untuk manusia ialah meningkatkan dan mengembangkan. Peningkatan dan pengembangan itu akan membuat manusia utuh, yaitu manusia yang sukses meraih semua kelebihan dan moralitas jiwa yang akan mengantarkannya kepada ide tertinggi yakni kebijakan, kebaikan, dan keadilan.

Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar