Skip to main content

Ajaran Nilai Plato mengenai Negara yang Ideal

Table of Content [ ]

Pojokbaca.org - Dalam buku-buku yang mengulas mengenai Plato banyak disebutkan, sejumlah besar membicarakan mengenai pemikiran-pemikiran Plato dibandingkan sejarahnya. Di samping Plato menjelaskan menyebarkan ajaran mengenai ide dan jiwa, Ia juga banyak melahirkan pemikiran mengenai ketatanegaraan.

Plato menjelaskan sebuah negara yang ideal dalam bukunya "Polites and Nomoi". Pemikirannya mengenai negara ideal tesebut adalah bentuk usaha membenahi kondisi negara yang buruk.

Menurut Plato, di Athena pada saat itu masih memegang sistem yang buruk, hingga menggerakkannya untuk merancang suatu prinsip yang bisa dijadikan pegangan untuk membenahi negara. Ide Plato mengenai negara yaitu ide negara ideal yang berkaitan dengan norma.

Ide norma yang disampaikan oleh Plato sebagaimana ide norma yang dicetuskan oleh Socrates gurunya sendiri. Yaitu tentang arah hidup manusia menuju hidup yang lebih baik (eudamonia atau well-being).

Akan tetapi untuk menuju hidup yang lebih baik tentu membutuhkan negara yang baik. Karena manusia mempunyai kodrat hidup menjadi makhluk sosial yang saling membutuhkan di dalam negara. Sebaliknya, negara yang buruk akan sulit bahkan mustahil mewujudkan kehidupan manusia yang baik.

Menurut Plato, untuk membuat sebuah negara yang ideal dibutuhkan sebuah prinsip mengenai negara yang baik. Menurut dia, negara yang ideal harus ada tiga kelompok sebagai bagian penting dalam sebuah negara, yaitu:

  1. Kelompok tertinggi, yang terbagi dalam beberapa orang yang memerintah yakni seorang filosof.
  2. Kelompok pelengkap atau menengah, yang terbagi dalam beberapa prajurit, yang bekerja untuk menjaga keamanan negara dan menjaga ketaatan masyarakatnya.
  3. Kelompok terendah atau kelompok rakyat biasa, yang terdiri para petani, pedagang, tukang, yang bekerja untuk menanggung ekonomi negara.

Itulah ulasan singkat ajaran milai Plato mengenai negara yang ideal. Menurut Plato terbentuknya negara yang baik bergantung pada siapakah yang memerintah, bila akal yang memerintah seperti kepala mengendalikan badan, maka filosoflah yang perlu mengendalikan warga, hingga ia menuturkan jika negara yang baik tidak pernah ada apabila filosof belum menjadi pimpinan di negara itu.

Rujukan :

  • Theo, Huijbers. 2006. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. (Yogyakarta: Kanisius), hal: 102.
Article Policy: Diperbolehkan mengambil sebagian artikel ini untuk tujuan pembelajaran dengan syarat menyertakan link sumber. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan dalam karya kami.
Tutup Komentar